Minggu, 24 Oktober 2010

El Nino dan Anomali Cuaca di Indonesia

Para peneliti cuaca di Inggris, seperti disarikan dari kantor berita AP menyebutkan, tahun 2007 diperkirakan akan menjadi tahun terpanas bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Para ahli peneliti cuaca itu menyatakan, munculnya efek El Nino yang berkombinasi dengan efek rumah kaca dan kerusakan ekologi seperti badai di Asia, banjir di Amerika Latin dan kekeringan di Australia dapat menyebabkan tahun 2007 menjadi tahun terpanas.

Mengapa El Nino menjadi faktor penentu cuaca dunia? Apa itu El Nino?



El Nino dan La Nina adalah perubahan temperatur permukaan air secara fluktuatif di timur Samudra Pasifik. Efek El Nino ini dideskripsikan tahun 1923 oleh Sir Gilbert Thomas Walker. El Nino merupakan fenomena atmosfer yang disebut Southern Oscillation (SO) karenanya disebut El Nino SO atau ENSO.

Ini merupakan fluktuasi cuaca bulanan atau musiman. El Nino identik dengan anomali cuaca yang positif dan La Nina identik dengan anomali yang negatif. Bila kondisi tersebut bertemu dalam kurun waktu kurang dari lima bulan maka kondisi ini disebut El Nino atau La Nina. Bila anomali tersebut terjadi tepat lima bulan atau lebih maka diklasifikasikan sebagai Episode El Nino atau La Nina. Keberadaan El Nino itu ditandai dengan naiknya suhu udara di Samudera Hindia, Indonesia, dan Australia.



Dampak dari ENSO di Samudra Pasifik biasanya berupa angin kencang yang cukup berbahaya untuk kapal laut dan alat transportasi laut lainnya. Angin ini bertiup ke barat Pasifik menggerakkan permukaan air hangat dari utara ke selatan Amerika. Fenomena yang berlebihan akan meningkatkan curah hujan, badai, aktivitas petir yang luar biasa dan banjir luar biasa di wilayah Amerika. Menurut hitungan, fenomena ENSO ini berlangsung tiap dua hingga tujuh tahun. El Nino yang pernah berlangsung adalah tahun 1790-93, 1828, 1876-78, 1891, 1925-26, 1982-83,1997-98, 2002-2003, dan 2006-2007.

Menurut Direktur Peneliti Cuaca dari Universitas East Anglia, Inggris Phil Jones, efek El Nino yang sedang sudah cukup untuk mendorong temperatur global mencapai titik paling tinggi. Sampai saat ini temperatur paling tinggi yang pernah tercatat terjadi di tahun 1998. El Nino saat ini berada di bawah Lautan Pasifik dan diperkirakan akan ada hingga akhir bulan Mei. Ketika El Nino terjadi maka musim dingin di Asia Tenggara akan lebih lemah. Sementara kekeringan di Australia akan semakin parah dan badai di Pasifik akan semakin intens.

Terlihat Anomali cuaca El Nino yang bisa menyebabkan musim kering berkepanjangan dan menurunnya curah hujan di Indonesia sudah terlihat gejalanya. Ini terindikasi dari penurunan suhu muka air laut di bagian barat Sumatera hingga selatan Nusa Tenggara yang memicu terjadinya pergeseran awal musim hujan di Zona Prakiraan Iklim (ZPI) di Indonesia.

Karenanya awal musim hujan yang biasanya dimulai pada September, pada musim hujan 2006/2007 ini yang diperkirakan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) baru akan dimulai pada pertengahan November pun, meleset. Anomali ini akibat El Nino di atas Samudra Pasifik.

Namun BMG dengan tepat memprediksikan bahwa curah hujan pada musim hujan kali ini memang berada di bawah normal. Kondisi menurunnya curah hujan ini akan terus berlanjut hingga masa musim kemarau tahun 2007. Menyikapi kondisi anomali cuaca ini, perlu antisipasi terutama dalam bidang pertanian dan perikanan, seperti awal musim tanam serta penyimpanan air di waduk-waduk besar. Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Sistem Data Informasi Meteorologi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Wasito Hadi, saat menjelaskan prakiraan musim hujan 2006/2007 kepada Pembaruan, beberapa waktu lalu.

Wasito menyebutkan, pengaruh gejala El Nino pernah dirasakan oleh masyarakat Indonesia pada tahun 1997 yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan. "Curah hujan akan berkurang, baik di musim hujan apalagi di musim kemarau. Tahun ini diperkirakan merupakan masa siklus terjadinya El Nino," jelasnya. Menghadapi El Nino pada musim hujan dan musim kemarau tahun 2007, Wasito mengatakan, pemerintah dan masyarakat perlu mengantisipasi terutama untuk menjaga sumber-sumber air. "Waduk itu penting dijaga ketersediaan airnya karena curah hujan akan di bawah normal," tegasnya.

Dalam prakiraan BMG beberapa waktu lalu, ada analisis kondisi dinamika laut dan kondisi atmosfer di wilayah Indonesia sejak September hingga pertengahan Oktober 2006. Dari pemantauan kondisi dinamika laut-atmosfer diketahui wilayah perairan sebelah barat Sumatra hingga selatan Nusa Tenggara Timur yang menjadi sumber uap air utama untuk wilayah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur masih dingin. Suhu perairan tersebut masih di bawah 26 derajat celsius bahkan untuk perairan di barat Sumatra hingga selatan Bali suhunya antara - 0,5 sampai - 1,5 derajat celsius. Hal sama juga terjadi di perairan Maluku hingga ke perairan Filipina.

Dengan suhu muka laut yang dingin ini maka tidak memungkinkan terjadinya penguapan air laut sehingga tidak terbentuk uap air yang dibutuhkan untuk terjadinya hujan. Kondisi ini menyebabkan beberapa wilayah baru akan mengalami musim hujannya pada akhir tahun. Demikian juga Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung Tengah bagian utara, Lampung Selatan bagian timur dan barat, Lampung Timur, Kota Metro, Lampung Utara, Tenggamus, Way Kanan, Tulang Bawang, serta Musi Banyuasin bagian timur. Sifat hujannya normal hingga di bawah normal.

Sementara untuk wilayah Banten, Jakarta, dan Jawa Barat, musim hujan akan dimulai pada awal hingga pertengahan November 2006. Hal sama juga terjadi untuk daerah wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta, kecuali Blora bagian utara, Rembang, dan Tuban bagian utara, yang baru memasuki musim hujan pada awal Desember 2006. Wilayah Jawa Timur juga sebagian besar mulai hujan pada awal dan pertengahan November. Wilayah yang baru memasuki musim hujan pada awal Desember 2006 meliputi Pasuruan bagian timur dan Probolinggo bagian utara.

Di wilayah Nusa Tenggara Barat pun sebagian besar sudah memasuki musim hujan pada awal dan pertengahan November 2006, kecuali Sumbawa bagian utara dan timur; Bima bagian barat daya, selatan, timur, dan utara; serta Dompu bagian utara dan selatan, yang baru mulai masuk musim hujan pada awal Desember 2006.

Sementara wilayah Sulawesi Selatan, yang musim hujannya mulai awal November meliputi Barru; Pangkajene Kepulauan; Gowa bagian utara, timur, selatan, dan barat; Maros bagian timur; Jeneponto bagian utara dan timur; Takalar bagian timur; Bone bagian selatan; Bulukumba bagian utara; Sinjai bagian barat; dan Bantaeng bagian barat. Sementara Bone bagian timur, Kota Bone, dan Wajo bagian timur baru memasuki musim hujan pada akhir November 2006.

Di Bawah Normal

Namun prakiraan tersebut terus di-updated dan baru-baru ini BMG menyebut, beberapa wilayah Indonesia mengalami gangguan sehingga curah hujan turun di bawah rata-rata. Gangguan itu terjadi di sebelah barat Bengkulu sampai Lampung dan Sumatera bagian selatan sampai selatan Jawa Timur. Selain itu, juga terjadi episode El Nino yang lemah.

Demikian disampaikan Kepala Pusat Klimatologi BMG, Suroso Hadiyanto kepada Pembaruan di Jakarta, Kamis (11/1). Dijelaskan, ada sedikit gangguan dalam kondisi suhu permukaan laut dimana suhu masih dingin. "Suhu muka air laut disana dalam kondisi mendingin atau anomali negatif atau di bawah rata-rata. Akibatnya potensi penguapan tidak intensif, dan pembentukan awan juga tidak intensif, dengan demikian awan berkurang dan sekaligus menurunkan curah hujan. Ini adalah anomali yang kita juga tidak tahu apa penyebabnya," katanya.

Dijelaskan, penurunan curah hujan juga terjadi karena terjadi episode El Nino meskipun lemah. Dikatakan lemah karena yang terkena hanya sebagian wilayah Indonesia, khususnya di bagian selatan katulistiwa. "Curah hujan di bawah normal sebenarnya sudah diprediksi karena kedua hal tersebut. Biasanya untuk bulan Januari, curah hujan di Jakarta rata-rata mencapai 300-400 milimeter. Tetapi sekarang sudah di bawah," katanya.

Di luar daerah yang disebutkan tadi, curah hujan berada dalam kondisi normal. Seperti Sumatera bagian tengah dan utara, Kalimantan, Sulawesi dan NTT hujan masih cukup banyak. Diperkirakan, curah hujan di bawah rata-rata ini akan berlangsung hingga akhir Januari. Ketika ditanya mengenai sebuah laporan dari luar negeri bahwa tahun 2007 akan menjadi tahun terpanas dibandingkan tahun- tahun sebelumnya, Santoso menjelaskan bahwa hal itu sulit untuk diprediksi. Menurut dia, dinamika di atmosfer sangat dinamis sehingga sulit untuk menyatakan bahwa tahun 2007 akan menjadi tahun yang sangat panas.

"Dinamikanya sangat tinggi, selalu berubah sehingga kita belum bisa menduga. Saya kira untuk menyatakan bahwa tahun ini menjadi tahun terpanas per- lu analisis lebih jauh," jelasnya.

KETAHANAN PANGAN DAN PEMBANGUNAN PEDESAAN DI INDONESIA

Tantangan pangan Indonesia kedepan: • Semakin berkurangnya lahan pertanian akibat konversi yang mengancam   keberlanjutan produksi dan kuali...