Curah hujan yang jatuh ke permukaan bumi sebagian dapat digunakan secara langsung untuk air irigasi, sebagian tersimpan dalam waduk, danau, di lahan usahatani dan sebagia lagi masuk ke dalam tanah, tersimpan sebagai air tanah/air bawah tanah (ground water).Keragaman curah hujan (rainfall variability) menurut ruang (spatial) dan waktu (temporal) menyebabkan jumlah, waktu dan penyebarannya curah hujan berbeda antar wilayah dan antar waktu.
Banyak orang secara umum menganggap airtanah itu sebagai suatu danau atau sungai yang mengalir di bawah tanah. Padahal, hanya dalam kasus dimana suatu daerah yang memiliki gua dibawah tanahlah kondisi ini adalah benar. Secara umum airtanah akan mengalir sangat perlahan melalui suatu celah yang sangat kecil dan atau melalui butiran antar batuan.
Model aliran airtanah melewati rekahan dan butir batuan |
Batuan yang mampu menyimpan dan mengalirkan airtanah disebut dengan akuifer. penggunaan airtanah yang alami adalah dengan mengambil airtanah yang muncul di permukaan sebagai mataair atau secara buatan.
Untuk pengambilan airtanah secara buatan, mungkin analogi yang baik adalah apabila kita memegang suatu gelas yang berisi air dan es. Apabila kita masukkan sedotan, maka akan terlihat bahwa air yang berada di dalam sedotan akan sama dengan tinggi air di gelas. Ketika kita menghisap air dalam gelas tersebut terus menerus pada akhirnya kita akan menghisap udara, apabila kita masih ingin menghisap air yang tersimpan diantara es maka kita harus menghisapnya lebih keras atau mengubah posisi sedotan. Nah konsep ini hampirlah sama dengan teknis pengambilan airtanah dalam lapisan akuifer (dalam hal ini diwakili oleh es batu) dengan menggunakan pompa (diwakili oleh sedotan)
Hal yang menarik, jika kita tutup permukaan sedotan maka akan terlihat bahwa muka air di dalam sedotan akan berbeda dengan muka air didalam gelas. Perbedaan ini akan mengakibatkan pergerakan air. Sama dengan analog ini, airtanahpun akan bergerak dari tekanan tinggi menuju ke tekanan rendah.
Perbedaan tekanan secara umum diakibatkan oleh gaya gravitasi (perbedaan ketinggian antara daerah pegunungan dengan permukaan laut), adanya lapisan penutup yang impermeabel diatas lapisan akifer, gaya lainnya yang diakibatkan oleh pola struktur batuan atau fenomena lainnya yang ada di bawah permukaan tanah. Pergerakan ini secara umum disebut gradien aliran airtanah (potentiometrik). Secara alamiah pola gradien ini dapat ditentukan dengan menarik kesamaan muka airtanah yang berada dalam satu sistem aliran airtanah yang sama.
Model aliran airtanah akan dimulai pada daerah resapan airtanah atau sering juga disebut sebagai daerah imbuhan airtanah (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melalui lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan.
Model siklus hidrologi, dimodifikasi dari konsep Gunung Merapi-GunungKidul |
Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air (impermeabel). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air (saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah luahan airtanah (discharge zone). Perbedaan kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air dalam zonasi ini akan bergerak/mengalir baik secara gravitasi, perbedaan tekanan, kontrol struktur batuan dan parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran airtanah. Daerah aliran airtanah ini selanjutnya disebut sebagai daerah aliran (flow zone).
Dalam perjalananya aliran airtanah seringkali melewati suatu lapisan akuifer yang diatasnya memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air (impermeabel) hal ini mengakibatkan perubahan tekanan antara airtanah yang berada di bawah lapisan penutup dan airtanah yang berada diatasnya. Perubahan tekanan inilah yang didefinisikan sebagai airtanah tertekan (confined aquifer) dan airtanah bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan airtanah bebas sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali oleh penduduk, sedangkan airtanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah menembus lapisan penutupnya.
Airtanah bebas (water table) memiliki karakter berfluktuasi terhadap iklim sekitar, mudah tercemar dan cenderung memiliki kesamaan karakter kimia dengan air hujan. Kemudahannya untuk didapatkan membuat kecenderungan disebut sebagai airtanah dangkal.
Airtanah tertekan/ airtanah terhalang seringkali disebut sebagai air sumur artesis (artesian well). Pola pergerakannya yang menghasilkan gradient potensial, mengakibatkan adanya istilah artesis positif ; kejadian dimana potensial airtanah ini berada diatas permukaan tanah sehingga airtanah akan mengalir vertikal secara alami menuju kestimbangan garis potensial khayal. Artesis nol ; kejadian dimana garis potensial khayal sama dengan permukaan tanah sehingga muka airtanah akan sama dengan muka tanah. Artesis negatif ; kejadian dimana garis potensial khayal di bawah permukaan tanah sehingga muka airtanah akan berada di bawah permukaan tanah.
Profil Air Tanah |
Untuk mendeteksi jebakan air dapat menggunakan metode penyelidikan permukaan tanah, diantaranya : metode geologi, metode gravitasi, metode magnit, metode seismik, dan metode geolistrik. Dari metode-metode tersebut, metode geolistrik merupakan metode yang banyak sekali digunakan dan hasilnya cukup baik (Bisri,1991).
Metode berdasarkan aspek fisika (Hidrogeofisika) Penekanannya pada aspek fisik yaitu merekonstruksi pola sebaran lapisan akuifer, meliputi pengukuran tahanan jenis, induce polarisation (IP) dan lain-lain.
Prinsip kerja pendugaan geolistrik adalah mengukur tahanan jenis (resistivity) dengan mengalirkan arus listrik kedalam batuan atau tanah melalui elektroda arus (current electrode), kemudian arus diterima oleh elektroda potensial. Beda potensial antara dua elektroda tersebut diukur dengan volt meter dan dari harga pengukuran tersebut dapat dihitung tahanan jenis semua batuan (Anonim, 1992 dan Todd, 1980).
Prosedur pengukuran untuk masing-masing konfigurasi bergantung pada variasi resistivitas terhadap kedalaman yaitu pada arah vertikal (sounding) atau arah lateral (mapping) (Derana, 1981).
Metode resistivitas dengan konfigurasi Schlumberger dilakukan dengan cara mengkondisikan spasi antar elektrode potensial adalah tetap sedangkan spasi antar elektrode arus berubah secara bertahap (Sheriff, 2002).
Pendugaan geolistrik ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai lapisan tanah di bawah permukaan dan kemungkinan terdapatnya air tanah dan mineral pada kedalaman tertentu.
Pendugaan geolistrik ini didasarkan pada kenyataan bahwa material yang berbeda akan mempunyai tahanan jenis yang berbeda apabila dialiri arus listrik. Air tanah mempunyai tahanan jenis yang lebih rendah daripada batuan mineral.
Beberapa penelitian yang terkait dengan pendugaan geolistrik ini diantaranya : penyelidikan untuk mengetahui sebaran mineral batu bara (Azhar, dkk., 2003) dan penyelidikan eksplorasi air bawah tanah (Ali M.N, dkk., 2003). Pengukuran lainnya adalah dengan menggunakan seismik, gaya berat dan banyak lagi.
Metode berdasarkan aspek kimia (Hidrogeokimia) : Penekanannya pada aspek kimia yaitu mencoba merunut pola pergerakan airtanah. Secara teori ketika air melewati suatu media, maka air ini akan melarutkan komponen yang dilewatinya. Sebagai contoh air yang telah lama mengalir di bawah permukaan tanah akan memiliki kandungan mineral yang berasal dari batuan yang dilewatinya secara melimpah.
Disarikan dari Penelitian Rachmat Fajar Lubis ahli air tanah di Geotek LIPI, Bandung
Referensi Artikel :
http://rovicky.wordpress.com
Ali, M.N., Za’ari, Supoyo, 2003. “Eksplorasi, eksploitasi Sumber Daya Mineral Air Bawah Tanah : Studi Kasus Di Kawasan Industri Pasuruan Jawa Timur”. Proceedings of Joint The 32 nd IAGI dan The 28 th HAGI Annual Convention and Exhibition.
Anonim, 1992. “Standar Metode Eskplorasi Air Tanah dengan Geolistrik Susunan Slumberger”, SNI 03 – 2818 – 1992, Departemen Pekerjaan Umum Jakarta.
Azhar, Handayani G., 2004. “Penerapan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger untuk Penentuan Tahanan Jenis Batubara“. Jurnal Natur Indonesia 6(2) hal 122-126, ISSN1410-9379.
Bisri, Mohammad, 1991. “Aliran Air Tanah. Malang“, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Derana, T. I., 1981, “Perbandingan Interpretasi Geolistrik“, Aturan Wenner dan Schlumberger, Skripsi, Jurusan Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta.
Sheriff, R E., 2002, “Encyclopedic Dictionary of Applied Geophysics, 4th edition“, SEG Tulsa, Oklahoma.
Todd D.K. 1980. “Groundwater Hydrology“. John Willey & Sons. Inc. New Work, 2d.ed.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar