Minggu, 12 Juni 2011

Pengaruh Erupsi Gunung Api terhadap Karstifikasi batuan


Pelarutan Batu Gamping Prawoto (2001) dan Kiraly (2003) menyatakan bahwa hujan asam yang terjadi di suatu daerah batugamping dapat menyebabkan proses pelarutan pada batugamping tersebut dan akan menghasilkan larutan gamping (CaCO3) dengan kepekatan tertentu sesuai dengan kepekatan hujan asam. Larutan gamping tersebut suatu saat akan mengalami kristalisasi dan presipitasi menjadi bentukan-bentukan endokarst dan eksokarst. Proses tersebut dikenal sebagai karstifikasi.
Erupsi Merapi menghasilkan debu dan gas
Gas-gas vulkanik yang terlarutkan oleh air hujan akan menghasilkan hujan asam yang berpotensi menyebabkan pelarutan kimiawi pada pebukitan batugamping. Kepekatan larutan CaCO3 tergantung dari kepekatan hujan asam yang terjadi. Semakin pekat air larutan CaCO3 hasil pelarutan yang terbentuk, semakin mudah terbentuknya endokarst dan eksokarst di pebukitan batugamping. Apabila kepekatan larutan rendah atau tidak terjadi lagi pelarutan, maka tidak akan terjadi endokarst dan eksokarst, artinya proses karstifikasi tidak aktif atau untuk sementara berhenti hingga tersedia kembali larutan asam yang pekat (berasal dari hujan asam).

Pada kekar, rekahan dan retakan akibat struktur geologi berupa perlipatan dan sesar yang terjadi sepanjang deretan pebukitan batugamping akan mempercepat pelarutan, air hujan yang bersifat asam akan melarutkan batugamping melalui struktur-struktur tersebut hingga suatu saat akan terbentuk gua-gua akibat keruntuhan dinding-dinding sepanjang struktur.

Beberapa penyebab yang berpengaruh terhadap terjadinya karstifikasi antara lain ;

Letusan Gunung Api
Letusan gunung api yang dahsyat menghasilkan sejumlah besar debu dan gas yang dilontarkan ke udara dan berpengaruh terhadap iklim global dunia. Pengaruhnya terhadap iklim dunia berupa tutupan debu dan sebaran gas vulkanik hingga radius yang sangat luas.
Semburan gas dan debu akan menyebar di atmosfer
Sebaran Debu dan Gas-Gas Vulkanik
Beget, drr. (1993) menyatakan bahwa sebaran debu dan gas vulkanik sangat tergantung pada besarnya letusan, arah, dan kekuatan angin, sehingga jarak tempuh debu dan gas sangat bervariasi dari yang dekat atau hanya di sekitar tubuh gunung api hingga berkilo-kilo meter jauhnya.

Dari kedua besaran letusan gunung api tersebut di atas dapat diketahui bahwa bukan saja pebukitan batugamping di dekat gunung api yang terpengaruh debu dan gas yang berasal dari suatu letusan, tetapi pebukitan batugamping yang jaraknya sangat jauh pun terpengaruh.

Oleh sebab itu bukan hal yang mustahil apabila pebukitan batugamping yang tidak berdekatan dengan gunung api pun dapat mengalami proses karstifikasi yang sangat intensif bersamaandengan letusan gunung api dahsyat di belahan bumi yang lain seperti Gunung Api Merapi, Gunung Api Pinatubo, Gunung Api Tobapurba, Gunung Api Tambora, dan Gunung Api Krakatau. Tiupan angin akan membawa debu dan gas vulkanik ke daerah pebukitan batugamping di sekitar pusat letusan gunung api maupun yang amat jauh dari pusat letusan gunung api. Apabila terjadi hujan maka terbentuklah hujan asam, kepekatan asam yang terbentuk sangat tergantung pada media air yang akan mengencerkannya.
Alur Terbentuknya Acid Rain/ Hujan Asam
Semakin pekat asam yang terbentuk dan bersentuhan dengan batugamping, maka segera terjadi proses pelarutan batugamping tersebut dan menghasilkan larutan gamping pekat mengikuti struktur geologi yang ada.Letusan gunung api yang besar menghasilkan debu dan gas vulkanik dalam jumlah yang sangat besar, dan segera setelah itu akan bereaksi dengan air hujan menjadi hujan asam. Jenis asam yang terbentuk, antara lain: H2SO4, H2CO3, HCl, HNO3, dan HF.

Diantara asam-asam tersebut ada yang sangat reaktif terhadap batugamping sehingga akan menjadi pemicu proses pelarutan batugamping yang merupakan salah satu faktor di dalam proses karstifikasi.

Pengaruh Curah Hujan
Curah hujan akan mempengaruhi pembentukan hujan asam, semakin besar curah hujan yang terjadi pada saat letusan atau mendekati setelah letusan, maka akan terjadi pengenceran asam yang terbentuk, sebaliknya semakin kecil curah hujan yang terjadi maka akan semakin pekat hujan asam yang terbentuk.

Hujan asam dapat terjadi pada saat atau setelah letusan gunung api berlangsung kemudian menjadi media yang melarutkan batugamping. Perubahan gas CO2 dari fase gas menjadi cairan berupa hujan asam yang berpotensi menjadi pemicu pelarutan batugamping kemudian akan berubah bentuk padat setelah melewati proses pengkristalan dan pengendapan. Demikian juga berlaku analogi terhadap gas-gas vulkanik lainnya.
Proses pelarutan oleh asam bikarbonat (H2CO3) adalah sebagai berikut:
CO2 + H2O + CaCO3 -------> (CaHCO3)2
Terlarut dalam aliran, dengan mekanisme sebagai berikut:
2H2O + 2CO2 -------> 2H2CO3
2H2CO3 -------> 2H2+ 2(HCO3)
2H2+ + 2(HCO3)- + CaCO3 ------> H2O + CO2 + Ca2 + 2(HCO3)- (sebagai larutan bikarbonat)

Dengan semakin banyak kekar, retakan dan rekahan pada lapisan batugamping maka akan semakin mudah terbentuk proses karstifikasi, yakni pembentukan gua-gua, endokarst dan esksokarst, serta meninggalkan bentukan eksokarst berupa sisa-sisa tubuh batugamping berupa  Sinkhole, Pinacle dengan lubang-lubang pelarutan oleh hujan asam. Kastning dkk (1999) Sinkhole terbentuk secara perlahan-lahan sejalan dengan pelarutan oleh media pada batuan dasar di bawah permukaan.

Pelarutan terjadi sepanjang zona lemah, retakan, rekahan atau celahan rambut. Maka peranan geotektonik menjadi sangat penting dalam proses karstifikasi, di samping larutan asam pekat dari hujan asam yang terjadi akibat letusan gunung api, demikian juga analog pada gas-gas vulkanik  yang lainnya.

Semakin kuat (kepekatan tinggi) asam yang terbentuk akan semakin cepat terjadi pelarutan batugamping dan terbawa oleh aliran air, sehingga larutan gamping (CaCO3) pekat - sangat pekat tersebut setelah melewati retakan, rekahan dan kekar akan membentuk kristal-kristal gamping berupa Stalagtit, Stalagmit, dan Flowstone.
Berbagai Bentukan Endokarst
Proses terjadinya bentukan-bentukan endokarst tersebut sangat dipengaruhi oleh larutan gamping (CaCO3) saat melewati bukaan retakan, rekahan dan kekar dari yang sangat sempit hingga lebar. 
Shelf Stone (teratai gua) dan Flow Stone
Pada bukaan sangat sempit akan membentuk stalagmit dan stalagtit melalui pengendapan larutan gamping yang membentuk lapisan kristal warna-warni tergantung pengotoran larutan dan jenis asam yang melarutkan batugamping. Pada bukaan yang cukup lebar akan terjadi bentukan berupa pengendapan dan pengkristalan gamping (CaCO3) dari larutan yang sangat pekat yang meleleh atau mengalir sangat lambat membentuk flowstone dan bentukan-bentukan endokarst lain yang sangat aneh, hal tersebut hanya dapat dibentuk oleh larutan yang sangat pekat dan larutan tersebut hanya diperoleh pada pelarutan batugamping oleh asam yang pekat - sangat pekat.
Sayatan endokarst   menunjukkan umur perlapisan, dapat dilakukan
  carbon dating untuk setiap perlapisan, apakah ada kaitannya dengan letusan
gunung api pada saat itu. Di samping itu unsur-unsur pembentuk perlapisan
perlu diketahui guna memprediksi jenis asam yang berfungsi sebagai media
pelarut batu gamping. 

Sumber Artikel : Pusat Lingkungan Geologi  Badan Geologi 

Tidak ada komentar:

Materi Geografi Kelas 11 SMA KurMer

Semester 1 Posisi Strategis Indonesia dan Potensi Sumber Daya Alam Letak Indonesia Secara Astronomis Luas Wilayah Indonesia Batas Wilayah In...