Senin, 13 Juni 2011

Faktor Penyebab Longsor


Ketika gaya gravitasi lebih besar dari resistensi lereng untuk bertahan, maka terjadilah longsor. Gaya penahan (resisting forces) yang membantu mengontrol kestabilan lereng meliputi kekuatan (strength) dan kohesi (cohession) material lereng, friksi antar butiran dan pendukung eksternal lereng lain. Faktor-faktor kolektif ini disebut sebagai shear strength.
Berlawanan dengan shear strength adalah gaya gravitasi. Gravitasi diberikan secara vertikal, namun memiliki komponen yang paralel terhadap lereng, dan inilah sesungguhnya yang membuat ketidakstabilan (lihat gambar.1). Sudut lereng yang besar memberikan komponen gravitasi yang bekerja menjadi lebih besar pula sehingga berbahaya dan dapat menyebabkan longsor. Sudut kecuraman lereng yang mampu mengontrol dan meniadakan keruntuhan disebut sebagai angle of repose. Pada sudut ini, gaya penahan mampu melakukan perlawanan terhadap gaya gravitasi. Untuk material yang tidak terkonsolidasi, angle of repose berkisar antara 25O – 40O. Untuk lereng yang lebih curam dari 40O biasanya pada batuan padat yang tidak mengalami pelapukan.
Gambar 1. Kestabilan lereng sangat tergantung pada shear strength lereng yang meliputi kekuatan dan kohesivitas material lereng, friksi internal antarbutiran dan daya dukung eksternal lereng (Monroe & Wicander, 1997)
Semua lereng berada pada kondisi kesetimbangan dinamik (dynamic equilibrium) artinya bahwa lereng selalu menyesuaikan kesetimbangan terhadap kondisi terbaru. Ketika kita mendirikan bangunan dan jalan di daerah perbukitan, maka kesetimbangan lereng akan terjadi. Lereng kemudian melakukan penyesuaian yang mungkin saja menyebabkan terjadinya longsor untuk membentuk kondisi yang baru. Banyak faktor yang dapat menyebabkan longsor, yaitu perubahan tingkat kelerengan (slope gradient), pelemahan material lereng karena pelapukan (weathering), meningkatnya kandungan air (water content), perubahan pada vegetasi penutup lereng dan kelebihan pembebanan (overloading).

Sudut Lereng
Sudut lereng dapat menjadi penyebab utama longsor. Umumnya, lereng yang curam akan kurang stabil karenanya lereng yang curam akan memiliki kemungkinan longsor dibanding lereng yang landai. Sejumlah proses dapat menyebabkan lereng menjadi lebih terjal (oversteepen). Salah satu disebabkan oleh pemotongan pada bagian dasar lereng oleh aktivitas sungai atau aksi gelombang. Hal ini akan memindahkan dasar lereng (slope’s base) dan meningkatkan sudut lereng. Aksi gelombang, terutama selama badai seringkali menghasilkan longsor sepanjang tepi pantai atau danau yang besar.
Gambar 2. Pemotongan oleh erosi sungai. (A) pemototongan bagian dasar lereng akan meningkatnya sudut lereng. (B) menyebabkan kehilangan kestabilan lereng. Penggalian untuk jalan dan bangunan di perbukitan adalah penyebab utama kerusakan lereng (slope failure). Peningkatan lereng yang semakin terjal atau pemotongan bagian sisinya akan meningkatkan tegasan pada batuan atau tanah (soil) sehingga keseimbangan menjadi terganggu dan terjadilah longsor. Hal inilah yang menjelaskan seringnya terjadi longsor pada jalan-jalan di pegunungan (gambar 3).
Pelapukan Dan Iklim
Longsor lebih sering terjadi pada material lereng yang lepas-lepas atau tidak terkonsolidasi dibandingkan dengan lapisan batuan dasar padat (solid bedrock). Segera setelah batuan padat tersingkap di permukaan bumi, pelapukan mulai memecah (disintegrate) dan mengubah komposisi (decompose) batuan. Dengan demikian, terjadi pengurangan shear strength dan peningkatan kerentanan (susceptibility) terhadap longsor. Semakin dalam zona pelapukan yang terbentuk, maka semakin besar kemungkinan terjadinya beberapa tipe longsor. Di daerah tropis, temperatur tinggi menyebabkan hujan sering terjadi sehingga menyebabkan pelapukan meluas hingga kedalaman beberapa puluh meter dan longsor yang berlangsung cepat biasanya terjadi pada zona pelapukan yang dalam.
Gambar 3. (A) Pemotongan lereng akan mengganggu kesetimbangan lereng. (B) Pemindahan bagian lereng karena pemotongan menyebabkan pencuraman lereng. (C) Pemotongan tersebut menyebabkan terjadinya longsor (rockfall) hingga menutupi jalan.
Kandungan Air
Jumlah air di dalam batuan dan tanah mempengaruhi kestabilan lereng. Kuantitas air yang besar dari pencairan salju meningkatkan kemungkinan kerentanan lereng. Penambahan berat sejalan dengan penambahan air sudah cukup untuk menyebabkan longsor. Selanjutnya perkolasi air sepanjang material lereng membantu untuk mengurangi friksi antar butiran sehingga menunjukkan kehilangan kohesi. Contoh, lereng berkomposisi lempung kering akan cukup stabil, tetapi ketika basah maka dengan cepat akan kehilangan kohesivitas dan friksi internal sehingga menjadi sebab ketidakstabilan lereng.

Vegetasi
Vegetasi berpengaruh terhadap kestabilan lereng. Air yang terserap dari turunnya hujan membuat vegetasi berperan dalam menjaga kejenuhan air (water saturation) pada material lereng yang jika hal sebaliknya terjadi maka akan kehilangan shear strength. Sistem akar tanaman juga menjaga kestabilan lereng dengan jalan mengikat partikel tanah bersama-sama dan mengikat tanah dengan batuan dasar. Rusaknya vegetasi karena aktivitas alam atau manusia menjadi penyebab longsor. Hujan yang deras menyebabkan tanah menjadi jenuh sehingga longsor besar dapat terjadi. Beberapa perbukitan di Selandia Baru sering terjadi longsor karena tanaman dengan akar yang dalam diganti dengan rerumputan yang mempunyai akar dangkal. Ketika hujan tiba, akar ini tidak mampu menahan lereng sehingga terjadi longsor.

Overloading
Overloading (pembebanan berlebih) hampir selalu disebabkan oleh aktivitas manusia seperti penimbunan, pengisian dan penumpukan material. Dibawah kondisi alamiah, beban material disangga oleh kontak antar butir (grain-to-grain contact) sehingga menjaga kestabilan lereng. Penambahan beban yang disebabkan karena peningkatan tekanan air didalam material akan menurunkan shear strength lereng karena itulah terjadi pelemahan material lereng.

Geologi Dan Kestabilan Lereng
Hubungan antara topografi dan geologi suatu daerah sangatlah penting dalam menentukan kestabilan lereng. Jika batuan memiliki kemiringan kedudukan yang paralel dengan kelerengan, maka kemungkinan longsor lebih besar dari lereng dengan kedudukan batuan yang horizontal atau berlawanan arah terhadap kelerengan. Ketika kemiringan batuan searah dengan lereng, air mengalami perkolasi sepanjang bidang-bidang perlapisan sehingga menyebabkan menurunnya kohesivitas dan friksi antara satuan batuan yang berdampingan (lihat gambar 4a).

Pada keadaan tertentu bila hadir lapisan batulempung, maka batuan ini dapat menjadi bidang gelincir ketika kondisinya basah. Walaupun batuan mempunyai kedudukan horizontal atau miring berlawanan dengan kelerengan, dapat saja rekahan memiliki arah yang sama dengan kelerengan. Air akan dapat bermigrasi melaluinya kemudian melapukkan dan memperbesar bukaan hingga beban berat dari lapisan diatasnya tidak sanggup lagi untuk ditahan dan terjadi longsor (lihar gambar 4a.).
Gambar 4. (a) Batuan dengan kedudukan yang miring searah dengan kelerengan.

Referensi Artikel : Geology Technic,Civil Engineering Department

KETAHANAN PANGAN DAN PEMBANGUNAN PEDESAAN DI INDONESIA

Tantangan pangan Indonesia kedepan: • Semakin berkurangnya lahan pertanian akibat konversi yang mengancam   keberlanjutan produksi dan kuali...